MENGAYOMI PEKERJA, MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA, UNDANG-UNDANG TENAGA KERJA

Selasa, 29 Agustus 2017

SANKSI PELANGGAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

Sama seperti pelanggaran hukum lainnya, pelanggaran terhadap hukum ketenagakerjaan pun tidak lepas dari ancaman sanksi atau hukuman. Dalam Hukum Ketenagakerjaan ada banyak pasal yang mencantumkan sanksi/hukuman yang dapat dikenakan kepada siapapun yang melakukan pelanggaran. Dan hal tersebut tergantung dari jenis-jenis pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan.
Ada tiga jenis sanksi yang dapat dijatuhkan bila terjadi pelanggaran terhadap hak dalam hubungan industrial yaitu : A. Sanksi Administratif, B. Sanksi Perdata dan C. Sanksi Pidana.
Sanksi Administratif dapat dijatuhkan apabila pengusaha melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut : mrlakukan diskriminasi kesempatan kerja kepada pekerja, penyelenggaraan pelatihan kerja yang tidak memenuhi syarat, melakukan pemagangan pekerja di luar negeri tanpa ijin dari instansi tenaga kerja, perusahaan penempatan tenaga kerja yang memungut biaya penempatan kepada pekerja, perusahaan yang tidak membentuk lembaga kerja bipartit padahal sudah mempekerjakan lebih dari 50 orang pekerja, pengusaha tidak mencetak atau memperbanyak naskah Perjanjian Kerja Bersama (PKB), pengusaha tidak membuat struktur skala upah dan pengusaha yang tidak memberikan bantuan paling lama enam bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya. Kewajiban pengusaha tersebut diatur dengan persentase berikut : 25% dari upah untuk satu orang tanggungan,  35% dari upah untuk dua orang tanggungan, 45% dari upah untuk tiga orang tanggungan dan 50% dari upah untuk empat orang tanggungan.
Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa : teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan usaha, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau keseluruhan alat produksi dan pencabutan ijin usaha.
Sanksi Perdata dalam perselisihan hubungan industrial dapat dijatuhkan kepada pengusaha dan pekerja. Bentuk sanksi dapat berupa : batalnya perjanjian kerja bila perjanjian kerja bukan karena kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak, batalnya perjanjian kerja apabila pekerjaan yang diperjanjikan tersebut bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum, batalnya PHK bila sebelumnya tidak ada penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial untuk jenis PHK yang mempersyaratkan adanya penetapan dari Pengadilan Hukum Industrial, hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima borongan pekerjaan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi pekerjaan apabila pekerjaan yang diborongkan tidak memenuhi syarat (Pasal 65 Ayat 8-9 Undang-Undang Ketenagakerjaan), status  hubungan kerja antara pekerja dengan PPJP beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi pekerjaan apabila PPJP itu digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan tugas pokok/produksi (Pasal 66 Ayat 3-4 Undang-Undang Ketenagakerjaan), mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah, maka pekerja yang melakukan mogok dianggap mangkir dan bila sudah dipanggil secara patut dan tertulis, pekerja tidak juga datang. Maka dianggap mengundurkan diri. Ia tidak berhak mendapat uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, mogok kerja di perusahaan yang melayani kepentingan umum atau yang berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia sehingga jatuh korban, maka dianggap sebagai melakukan kesalahan berat. Pekerja tersebut tidak berhak mendapat uang pesangon.
Sanksi Pidana dalam hubungan industrial dapat dijatuhkan kepada pekerja atau pengusaha apabila melakukan pelanggaran (kejahatan). Sebagian dari bentuk-bentuk sanksi pidananya antara lain : dikenakan ancaman sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 500.000.000,- bagi pengusaha yang tidak mengikutsertakan pekerja yang mengalami PHK karena usia pensiun pada program pensiun dan tidak memberikan pesangon sebesar dua kali ketentuan, uang penghargaan, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan (Pasal 184 Undang-Undang Ketenagakerjaan), pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- dan paling tinggi Rp. 50.000.000,- bila memungut biaya penempatan tenaga kerja oleh perusahaan penempatan tenaga kerja swasta (Pasal 38 Undang-Undang Ketenagakerjaan), sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum (Pasal 90 Ayat 1 dan Pasal 185 Ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan), pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang tidak membayar kepada pekerja yang mengalami PHK yang setelah enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, karena dalam proses perkara pidana, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai ketentuan (Pasal 185 Undang-Undang Ketenagakerjaan), sanksi pidana pelanggaran dengan ancaman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang : a. Tidak membayar upah dalam hal pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit, b. Tidak membayar upah pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haid, c. Tidak membayar upah kepada pekerja yang tidak masuk kerja karena pekerja : menikah, menikahkan Anak, mengkitankan/Membaptiskan Anak, lstri/Anak/Menantu/Orangtua/Mertua/anggota keluarga dalam satu rumah meninggal, tidak membayar upah pekerja yang sedang menjalankan kewajiban terhadap negara atau agama, tidak mempekerjakan pekerja pekerjaan yang dijanjikan, memaksa pekerja untuk bekerja padahal pekerja sedang melaksanakan hak istirahat, memaksa pekerja untuk bekerja padahal pekerja sedang melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (Pasal 186 Undang-Undang Ketenagakerjaan).
Sudah jelas bahwa pelanggaran-pelangaran tersebut ada sanksi hukumnya tetapi kembali lagi apakah sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan?, setiap pelanggaran dapat ditindak?, Setiap pelanggar dapat dihukum?, semua masih menjadi pertanyaan yang harus dijawab dan dibuktikan oleh semua pihak yang berkepentingan didalam penegakkan hukum ketenagakerjaan baik pemerintah, pengusaha maupun pekerja/buruh.

Oleh : Ketua Umum DPP-SPAI
          Jamali Burma
Share:

PRINSIP KERJA HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

Prinsip Kerja Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia | Istilah atau Pengertian Hukum Tenaga Kerja Penggantian istilah buruh dengan istilah pekerja, memberi konsekuensi bahwa hukum perburuhan tidak sesuai lagi. perburuhan berasal dari kata “buruh” yang secara etimologi dapat diartikan keadaan memburuh , yaitu keadaan dimana seorang buruh bekerja pada orang lain (pengusaha). Ketenagakerjaan menurut depnakertrans berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang artinya : “segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja”.
Kelompok tenaga kerja terbagi atas :
  • Angkatan kerja, range usia angkatan kerja ini adalah 15 – 65 tahun, dimana dalam range usia ini terdapat potensi orang bekerja dan juga menganggur.
  • Bukan angkatan kerja, tidak ada range usia dalam kelompok ini. Kategorinya mulai dari anak-anak sampai dewasa, dengan ketentuan kelompok yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan.
Hukum kerja digunakan sebagai pengganti istilah hukum perburuhan dengan ruang lingkup atau cakupan dan pengertian yang sama dengan hukum perburuhan yaitu berkaitan dengan keadaan bekerjanya buruh/pekerja pada suatu perusahaan.
Baca Dulu yayasan-di-dalam-lingkup-hukum-perusahaan/
Prinsip hukum kerja adalah : “serangkaian peraturan yang mengatur segala kejadian yang berkaitan dengan bekerjanya seseorang pada orang lain dengan menerima upah”.
  1. Serangkaian peraturan : sumber hukum yang berisi peraturan yang berkaitan dengan hukum kerja.
  • Era tahun 2000-an ada 3 peraturan sebagai sumber hukum kerja : UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/serikat buruh. Lalu UU no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Lalu UU no. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Terakhir UU no.24 tahun 2011 tentang badan penyelenggara jaminan sosial.
  • Sumber hukum tertulis yang merupakan ciri khas hukum kerja : peraturan perusahaan ; peraturan yang dibuat pengusaha tentang syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Perjanjian kerja ; perjanjian antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja bersama; perjanjian hasil perundingan satu atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
  1. Peraturan tersebut mengatur segala kejadian, misalnya :
  • Sakit
  • Hamil atau bersalin
  • Kecelakaan
  • Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja
  • Cuti
  • Diputuskan hubungan kerjanya
  • Lain-lain kejadian yang perlu pengaturannya dalam suatu peraturan perundang-undangan.
  1. Adanya orang yang bekerja pada pihak lain
Maksudnya seseorang bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan menguasainya sehingga orang tersebut harus tunduk pada orang lain yang mempekerjakannya. Yang tidak tercakup dalam hukum kerja :
  • Seseorang yang bekerja untuk kepentingan sendiri, dengan resiko dan tanggung jawab sendiri
  • Orang yang bekerja atas resiko sendiri, misal praktek dokter
  • Bekerjanya secara sukarela untuk kepentingan orang lain/masyarakat
  • Bekerja karena melaksanakan suatu sanksi, misal narapidana
  • Bekerja untuk melaksanakan kewajiban negara, misal wajib militer
  1. Upah
Upah merupakan unsur terpenting dalam bekerjanya seorang kepada orang lain. Inti dari hukum kerja adalah upah.

Unsur-unsur Hukum Ketenagakerjaan

Berdasarkan uraian tersebut, jika dicermati hukum ketenagakerjaan memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
  • Himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
  • Berkenaan dengan suatu kejadian
  • Seseorang yang bekerja pada orang lain
  • Upah
Prinsip Kerja Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia Hukum perburuhan/ketenagakerjaan barulah dapat dimengerti setelah membaca atau mempelajari semua aturan perburuhan. Dalam kepustakaan hukum selama ini selalu menyebutkan dengan istilah hukum perburuhan. Mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang sangat luas dan untuk menghindari adanya kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan hubungan industrial, penulis berpendapat bahwa istilah hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibandingkan dengan istilah hukum perburuhan.
Baca Lagi koperasi-di-dalam-ruang-hukum-perusahaan/
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah hal yang berhubungan dengna tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja biak sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja dan sesudah hubungan bekerja.

Hakikat dan Sifat Hukum Kerja

Secara yuridis hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah bebas, seseorang tidak boleh diperbudak, diperulur maupun diperhambakan, karena memang tidak sesuai dengan pancasila dan UUD 1945, namun secara sosiologis pekerja/buruh tidkalah bebas, karena bermodal tenaganya saja kadangkala seorang pekerja terpaksa menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun hubungan itu memberatkan pekerja sendiri, lebih-lebih lapangan kerja sekarang tidak sebanding dengna banyaknya tenaga kerja yang membutuhkan, ada juga bpjs ketenaga kerjaan
Pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk turut serta melindungi pihak yang lemah pekerja/buruh) dari kekuasaan pengusaha, guna menempatkan pada kedudukan yang layak sesuai harkat martabat manusia. Pada hakikatnya hukum kerja dengan semua peraturan perundang-udnangan bertujuan melaksanakan keadilan sosial dengan memberikan perlindungan kepada buruh terhadap kekuasaan pengusaha, dengan sifat pertauran yang memaksa dan memberikan sanksi tegas kepada pengusaha yang melanggar. Dengan sifatnya yang memaksa ikut campur pemerintah, membuat hukum kerja menjadi hukum publik dan privat sekaligus.Prinsip Kerja Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia

Oleh : Ketua Umum DPP-SPAI
           Jamali Burma

Share:

Senin, 28 Agustus 2017

KETUA UMUM DPP-SPAI MENDESAK GUBERNUR PEMERINTA ACEH



Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat  Serikat Pekerja Aceh Indonesia DPP-SPAI Mendesak Gubernur Pemerintah Aceh

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Aceh Indonesia DPP-SPAI Jamali Burma dalam kunjungannya Ke DPD-Serikat Pekerja Aceh Indonesia SPAI Kabupaten Bireuen hari Jum,at 25/8-2017 disambut oleh ketua DPD-SPAI Kab Bireuen Masboy di Kantor Sekretaria DPD-SPAI Bireuen dalam kunjungan kerjanya, setelah membahas dalam beberapa hal di kab bireun Ketua DPP-SPAI  meminta Gubernur Pemerinta Aceh untuk segera menyelesaikan permasalahan di PT. Asdal Prima Lestari yang berbatasan antara Pemko Subulussalam dengan Kabupaten Aceh selatan yang terus berlarut-larut, semenjak kehadiran PT. Asdal Prima Lestari di desa Lae Langgeh Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam dengan desa Kapa sesak Kecamatan Trumon Timur Aceh selatan dari tahun 1995 dengan HGU lebih kurang 5000 hektar  selalu ada masalah dengan dengan masyarakat sekitar, dan meminta kepada pihak BPN/Agaria untuk segera turun lapangan mengukur ulang HGU mereka, jangan cuma melihat dengan menggunakan GPS atau peta udara, segara buat tapal batas lahan mereka, dan SPAI meminta kepada pihak Kapolda Aceh untuk segera mengusut perusahaan PT. Asdal tentang CRS yang tidak jelas yang mana hak desa binaan mereka.


Share: