Nasib orang siapa yang tahu? Mungkin
saja saat ini kita berkibar dalam karier dan keuangan, tapi tahun depan
terperosok karena situasi yang datang tiba-tiba. Seperti yang dialami karyawan perusahaan besar seperti Chevron.perusahaan itu hendak memecat 1.200 karyawannya karena bisnis minyak sedang lesu. Artinya, 1.200 orang terancam
kehilangan pendapatannya. Siapa yang menyangka perusahaan sekelas
Chevron bisa kelimpungan juga. Padahal banyak yang mengidolakannya
karena gaji di sana dipandang besar. Karena itu, kita selaku pekerja mesti
selalu siap menghadapi kenyataan seperti ini. Mungkin saja tahun depan,
bulan, depan, atau bahkan minggu depan posisi kita terancam. Sebagai salah satu persiapan, kita mesti memahami hak-hak karyawan. Khususnya yang berkaitan dengan pemecatan. Kalau dipecat, jangan pasrah saja. Kita mesti menghadapinya dan meminta hak-hak kita dipenuhi, terutama pesangon. Aturan pesangon terdapat di Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Di dalamnya ada ketentuan mengenai uang pesangon bagi karyawan yang tidak lagi bekerja di suatu perusahaan. Di antaranya:
Uang Pesangon
Rumus penghitungan uang pesangon ada di Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan. Bunyinya: Pekerja dengan masa kerja 1 tahun atau
lebih tapi kurang dari 2 tahun mendapat pesangon 2 bulan upah. Yang
masa kerjanya 2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun mendapat 3
bulan upah.
Pesangon itu hak karyawan, jadi wajar kalau sampai kamu menuntut (Pesangon / Merdeka)
Demikian
seterusnya dengan selisih 1 tahun sampai masa kerja 8 tahun atau lebih,
yang mendapat pesangon 9 bulan upah. Contohnya Adi sudah bekerja 10
tahun lalu diberhentikan. Jumlah upahnya Rp 10 juta.
Jadi, pesangonnya: Rp 10 juta x 9 bulan upah = Rp 90 juta. Upah di sini terdiri atas gaji pokok
dan tunjangan tetap. Tunjangan ini berisi komponen upah yang tetap
dibayar meski kita absen.
Uang Penghargaan Masa Kerja
Uang penghargaan masa kerja ini terdapat di Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan. Penghitungannya: Pekerja dengan masa kerja 3 tahun atau
lebih tapi kurang dari 6 tahun mendapat 2 bulan upah. Yang masa
kerjanya 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun mendapat 3 bulan
upah. Demikian seterusnya dengan selisih 3
tahun hingga masa kerja 24 tahun atau lebih, yang mendapat 10 bulan
upah. Dengan contoh Adi di atas, maka dia mendapat uang penghargaan: 10 tahun x Rp 4 bulan upah = Rp 40 juta. Dilihat dari aturan di atas, berarti yang masa kerjanya belum sampai 4 tahun tidak berhak mendapat uang penghargaan.
Uang Penggantian Hak
Selain pesangon dan uang penghargaan,
ada yang disebut dengan uang penggantian hak. Aturan tentang uang ini
ada di Pasal 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan. Hak yang bisa diganti dengan
uang diantaranya: – cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur – biaya pulang untuk pekerja dan
keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja (khusus buat
pekerja yang ditugaskan ke tempat jauh, misalnya keluar provinsi) – hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.” Hal-hal lain ini bisa berupa banyak
hal, tergantung pada perjanjian kerja bersama antara pekerja dan direksi
perusahaan. Jadi, tiap-tiap perusahaan bisa berbeda-beda. Duh, pusing dan shock sih pasti. Tapi tetap hadapi dengan kepala dingin dong (Emosi / halloriau)
Selain itu, ada aturan mengenai alasan
pemecatan yang mempengaruhi jumlah uang pesangon dan lain-lain. Aturan
itu ada di Pasal 164 ayat 3 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
“Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan
karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena
keadaan memaksa (force majeure) tetapi perusahaan melakukan efisiensi,
dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).” Kita sebagai pekerja mesti memahami
hak-hak kita selain menjalankan kewajiban. Dengan begitu, terjadi
hubungan yang saling menguntungkan antara pekerja dan pengusaha.
Termasuk ketika pengusaha terpaksa memecat pekerjanya. Toh, uang itu juga bakal berguna buat
kita setelah berhenti bekerja. Mungkin mau buka usaha, atau bisa jadi
modal selagi cari pekerjaan lainnya. Yang pasti, jangan sampai
memaksakan hak tanpa mematuhi kewajiban, ya.
0 komentar:
Posting Komentar