Pengusaha Mem-PHK Karyawan yang Sakit, Haruskah Membayar Sisa Kontrak?
Saya ada karyawan terinfeksi hepatitis B, saat
ini perusahaan akan mengambil keputusan untuk memberhentikan karena
penyakit tersebut. Jika demikian, apakah PHK yang dilakukan berakibat
perusahaan harus membayar sisa kontrak?
Jawaban :
Ketua Umum DPP-SPAI
Jamali Burma
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
Jadi,
pengusaha tidak dibenarkan untuk melakukan PHK kepada pekerja/buruh
yang sedang terinfeksi penyakit Hepatitis B. Konsekuensinya, jika
pengusaha mem-PHK karyawan yang bersangkutan, PHK yang dilakukan batal demi hukum dan pengusaha wajib memperkerjakan kembali.
Apabila PHK terhadap karyawan tidak dapat dihindarkan, maka pengusaha wajib membayar hak normatif Pekerja yaitu sebesar sisa kontrak kerja sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan keterangan yang Anda berikan, kami mengasumsikan bahwa Anda adalah seorang pengusaha yang memiliki karyawan dengan status pegawai kontrak (pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) yang terinfeksi penyakit Hepatitis B.
Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur mengenai perjanjian kerja antara Pengusaha dan Pekerja yang mana terdapat 2 (dua) jenis perjanjian yaitu:[1]
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), dan
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yang dimaksud dengan PKWT yaitu:
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah Perjanjian
kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
Terkait dengan kebijakan
perusahaan Anda yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”)
terhadap karyawan yang terinfeksi penyakit Hepatitis B, sebaiknya Anda
mencermati ketentuan yang terdapat dalam Pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
a. pekerja/buruh berhalangan masuk
kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. ...
c. ...
....
Jika seorang pekerja/buruh
mengalami PHK dikarenakan sedang sakit, hal tersebut sesungguhnya tidak
dapat dibenarkan. Konsekuensi PHK tersebut diuraikan pada Pasal 153 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan:
PHK yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib memperkerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
Dengan adanya ketentuan dari UU
Ketenagakerjaan tersebut, pengusaha tidak berhak untuk melakukan PHK
kepada pekerja/buruh yang sedang terinfeksi penyakit dan harus
mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
Jika pengusaha bersikeras tidak mempekerjakan
pekerja setelah batal demi hukum-nya PHK tersebut, maka pengusaha wajib
membayar upah pekerja. UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa jika pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha, pengusaha wajib membayar upah pekerja.[2]
Akan tetapi, apabila pengusaha bersikeras akan melakukan PHK terhadap Pekerja dengan status PKWT, maka hal tersebut merupakan bentuk dari pelanggaran hukum.
Selain itu ada konsekuensi yuridis dari PHK tersebut yang wajib dipenuhi oleh Pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Apabila
salah satu pihak mengakhiri hubugan kerja sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1), pihak
yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya
jangka waktu perjanjian kerja.
Berdasarkan hal tersebut, maka seharusnya Anda tidak melakukan
PHK terhadap karyawan yang terinfeksi penyakit Hepatitis B. Apabila PHK
terhadap karyawan tidak dapat dihindarkan, maka Anda wajib membayar hak normatif Pekerja, yaitu sebesar sisa kontrak kerja sebagaimana telah diatur dalam ketentuan PKWT tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
serikatpekerjaacehindonesia.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar