Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja adalah suatu
perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik
untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan
- Apa perbedaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan Outsourcing?
- Apakah Undang-Undang
mengatur mengenai perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dengan
perusahaan outsourcing?
- Apa yang harus dimuat
dalam Perjanjian Kerja Tidak Tertentu pada perusahaan penyedia jasa
(outsourcing)?
Outsourcing
= Perjanjian Pemborongan Pekerjaan. Perusahaan pemberi kerja
memborongkan sebagian dari pekerjaan kepada perusahaan pemborong atau
perusahaan penyedia tenaga kerja melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja.
Hubungan kerja
antara pekerja
outsourcing dengan perusahaan pemborong pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja dapat dengan status Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu. Undang-undang tidak mengatur tentang hal ini.
Baik pekerja yang
dipekerjakan langsung oleh perusahaan maupun pekerja dari perusahaan pemborong
outsourcing akan bekerja di lokasi kerja perusahaan tersebut. Status hubungan
kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu apakah pekerja yang dipekerjakan langsung
atau pekerja yang melalui outsourcing boleh saja dilakukan sepanjang sesuai
dengan ketentuan Pasal 59 Undang – Undang No. 13 tahun 2003.
Apakah Undang-Undang mengatur
mengenai perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan
outsourcing?
Mengenai aspek hukum
hubungan kerja antara Saudara -selaku pekerja/buruh- dengan “perusahaan outsourcing“,
dijelaskan dalam UU No. 13.2003 pasal 66 ayat 2 huruf b,
bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan
kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa
pekerja, adalah PKWT apabila pekerjaannya memenuhi persyaratan
sebagai pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pelaksanaannya akan selesai dalam waktu tertentu; dan/atau PKWTT yang dibuat
(diperjanjikan) secara tertulis dan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak.
Terkait dengan
ketentuan tersebut, dijelaskan dan dipertegas dalam pasal 59 ayat 2 UU
No. 13/2003, bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT),
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Yang dimaksud
dengan pekerjaan yang bersifat tetap, ada 2 (dua) kategori, yakni:
·
pekerjaan yang
sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu
dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalan satu
perusahaan, atau
·
pekerjaan pekerjaan
yang bukan musiman (Penjelasan pasal 59 ayat 2 UU No. 13/2003).
Dengan perkataan lain,
apabila suatu pekerjaan walau bersifat terus-menerus, tidak
terputus-putus, tidak dibatasi waktu namun bukan merupakan bagian dari
suatu proses produksi pada satu perusahaan, dalam arti hanya merupakan kegiatan
jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi atau kegiatan pokok (core business) sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003, maka dianggap bukan
sebagai pekerjaan yang bersifat tetap, sehingga dapat menjadi objek
PKWT.
Berkenaan dengan
pelaksanaan kegiatan jasa penunjang, walaupun pekerja dapat
dipekerjakan dengan hubungan kerja melalui PKWT, akan tetapi untuk
“perusahaan outsourcing”, ada persyaratan tambahan sebagai
amanat Putusan MK Register Nomor 27/PUU-IX/2011, bahwa PKWT harus
memuat prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja
atau Transfer of Undertaking Protection Employment (TUPE) yang mengamanatkan:
·
pengalihan perlindungan
hak-hak bagi pekerja/buruh (termasuk berlanjutnya hubungan kerja
dengan perusahaan outsourcing yang baru) yang objek kerja-nya
tetap ada walaupun terjadi pergantian perusahaan outsourcing.
·
masa
kerja pekerja/buruh harus diperjanjikan (dalam PKWT) untuk dibuat experience letter
·
experience
letter menentukan masa
kerja dan menjadi salah satu dasar penentuan upah pada
perusahaan outsourcing berikutnya.
Apa yang harus dimuat dalam
Perjanjian Kerja Tidak Tertentu pada perusahaan penyedia jasa (outsourcing)?
Atas dasar Putusan MK
tersebut kemudian dituangkan dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3)
Permenakertrans No. 19 Tahun 2012, khususnya PKWT pada perusahaan
penyedia jasa pekerja, bahwa PKWT-nya, sekurang-kurangnya memuat:
·
jaminan kelangsungan
bekerja;
·
jaminan terpenuhinya
hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang
diperjanjikan; dan
·
jaminan perhitungan
masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
untuk menetapkan upah;
Demikian juga memuat
hak-hak lainnya, seperti
·
hak atas ganti-rugi (kompensasi diakhirinya hubungan
kerja PKWT);
·
penyesuaian upah
berdasarkan -akumulasi- masa kerja;
·
dan hak-hak lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian kerja (PKWT)
sebelumnya.
ttd, Ketua Umum DPP-SPAI
Jamali Burma