Sama seperti pelanggaran hukum lainnya, pelanggaran terhadap hukum
ketenagakerjaan pun tidak lepas dari ancaman sanksi atau hukuman. Dalam
Hukum Ketenagakerjaan ada banyak pasal yang mencantumkan sanksi/hukuman
yang dapat dikenakan kepada siapapun yang melakukan pelanggaran. Dan hal
tersebut tergantung dari jenis-jenis pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan.
Ada tiga jenis sanksi yang dapat dijatuhkan bila terjadi pelanggaran
terhadap hak dalam hubungan industrial yaitu : A. Sanksi Administratif,
B. Sanksi Perdata dan C. Sanksi Pidana.
Sanksi Administratif dapat dijatuhkan apabila pengusaha melakukan
pelanggaran-pelanggaran sebagai berikut : mrlakukan diskriminasi
kesempatan kerja kepada pekerja, penyelenggaraan pelatihan kerja yang
tidak memenuhi syarat, melakukan pemagangan pekerja di luar negeri tanpa
ijin dari instansi tenaga kerja, perusahaan penempatan tenaga kerja
yang memungut biaya penempatan kepada pekerja, perusahaan yang tidak
membentuk lembaga kerja bipartit padahal sudah mempekerjakan lebih dari
50 orang pekerja, pengusaha tidak mencetak atau memperbanyak naskah
Perjanjian Kerja Bersama (PKB), pengusaha tidak membuat struktur skala
upah dan pengusaha yang tidak memberikan bantuan paling lama enam bulan
takwin terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan oleh pihak yang
berwajib kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya. Kewajiban
pengusaha tersebut diatur dengan persentase berikut : 25% dari upah
untuk satu orang tanggungan, 35% dari upah untuk dua orang tanggungan,
45% dari upah untuk tiga orang tanggungan dan 50% dari upah untuk empat
orang tanggungan.
Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa : teguran,
peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan usaha,
pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau keseluruhan
alat produksi dan pencabutan ijin usaha.
Sanksi Perdata dalam perselisihan hubungan industrial dapat
dijatuhkan kepada pengusaha dan pekerja. Bentuk sanksi dapat berupa :
batalnya perjanjian kerja bila perjanjian kerja bukan karena kesepakatan
dan kecakapan kedua belah pihak, batalnya perjanjian kerja apabila
pekerjaan yang diperjanjikan tersebut bertentangan dengan
perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum, batalnya PHK bila
sebelumnya tidak ada penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial untuk
jenis PHK yang mempersyaratkan adanya penetapan dari Pengadilan Hukum
Industrial, hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima
borongan pekerjaan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan
pemberi pekerjaan apabila pekerjaan yang diborongkan tidak memenuhi
syarat (Pasal 65 Ayat 8-9 Undang-Undang Ketenagakerjaan), status
hubungan kerja antara pekerja dengan PPJP beralih menjadi hubungan
kerja antara pekerja dengan pemberi pekerjaan apabila PPJP itu digunakan
oleh pemberi kerja untuk melaksanakan tugas pokok/produksi (Pasal 66
Ayat 3-4 Undang-Undang Ketenagakerjaan), mogok kerja yang dilakukan
secara tidak sah, maka pekerja yang melakukan mogok dianggap mangkir dan
bila sudah dipanggil secara patut dan tertulis, pekerja tidak juga
datang. Maka dianggap mengundurkan diri. Ia tidak berhak mendapat uang
pesangon dan uang penghargaan masa kerja, mogok kerja di perusahaan yang
melayani kepentingan umum atau yang berkaitan dengan keselamatan jiwa
manusia sehingga jatuh korban, maka dianggap sebagai melakukan kesalahan
berat. Pekerja tersebut tidak berhak mendapat uang pesangon.
Sanksi Pidana dalam hubungan industrial dapat dijatuhkan kepada
pekerja atau pengusaha apabila melakukan pelanggaran (kejahatan).
Sebagian dari bentuk-bentuk sanksi pidananya antara lain : dikenakan
ancaman sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama
lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling
banyak Rp. 500.000.000,- bagi pengusaha yang tidak mengikutsertakan
pekerja yang mengalami PHK karena usia pensiun pada program pensiun dan
tidak memberikan pesangon sebesar dua kali ketentuan, uang penghargaan,
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan (Pasal 184 Undang-Undang
Ketenagakerjaan), pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- dan paling
tinggi Rp. 50.000.000,- bila memungut biaya penempatan tenaga kerja
oleh perusahaan penempatan tenaga kerja swasta (Pasal 38 Undang-Undang
Ketenagakerjaan), sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling
singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi
pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum
(Pasal 90 Ayat 1 dan Pasal 185 Ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan),
pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp.
400.000.000,- bagi pengusaha yang tidak membayar kepada pekerja yang
mengalami PHK yang setelah enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan
sebagaimana mestinya, karena dalam proses perkara pidana, uang
penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan (Pasal 185 Undang-Undang Ketenagakerjaan), sanksi
pidana pelanggaran dengan ancaman penjara paling singkat satu bulan dan
paling lama empat bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-
dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang : a. Tidak
membayar upah dalam hal pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena
sakit, b. Tidak membayar upah pekerja perempuan yang sakit pada hari
pertama dan kedua masa haid, c. Tidak membayar upah kepada pekerja yang
tidak masuk kerja karena pekerja : menikah, menikahkan Anak,
mengkitankan/Membaptiskan Anak,
lstri/Anak/Menantu/Orangtua/Mertua/anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal, tidak membayar upah pekerja yang sedang menjalankan kewajiban
terhadap negara atau agama, tidak mempekerjakan pekerja pekerjaan yang
dijanjikan, memaksa pekerja untuk bekerja padahal pekerja sedang
melaksanakan hak istirahat, memaksa pekerja untuk bekerja padahal
pekerja sedang melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (Pasal 186
Undang-Undang Ketenagakerjaan).
Sudah jelas bahwa pelanggaran-pelangaran tersebut ada sanksi hukumnya
tetapi kembali lagi apakah sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan?,
setiap pelanggaran dapat ditindak?, Setiap pelanggar dapat dihukum?,
semua masih menjadi pertanyaan yang harus dijawab dan dibuktikan oleh
semua pihak yang berkepentingan didalam penegakkan hukum ketenagakerjaan
baik pemerintah, pengusaha maupun pekerja/buruh.
Oleh : Ketua Umum DPP-SPAI
Jamali Burma
Selasa, 29 Agustus 2017
Home »
» SANKSI PELANGGAR HUKUM KETENAGAKERJAAN
0 komentar:
Posting Komentar