pada pokoknya adalah tentang tidak dibayarnya gaji Anda dan teman-teman
pekerja lain untuk bulan Desember. Hal tersebut bertentangan dengan
aturan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Sebelumnya, ada baiknya kita melihat definisi pekerja yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan di bawah ini:
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Dengan
demikian, “bekerja” dan “upah” adalah dua hal yang saling berkaitan
satu sama lainnya, sehingga upah merupakan hak Anda yang harus
diperjuangkan selama Anda menjalankan tugas sebagai pekerja.
Hal tersebut juga didukung ketentuan Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
yang menyatakan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak
melakukan pekerjaan. Di samping itu, terdapat juga
pengecualian-pengecualian terhadap pekerja yang tidak melakukan
pekerjaan namun disebabkan alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan,
seperti misalnya karena sakit, dll. Dengan demikian, apabila selama
Desember tersebut Anda masih melaksanakan pekerjaan, maka Anda dan
teman-teman Anda berhak atas upah yang belum dibayarkan tersebut.
Apabila
perusahaan tempat Saudara bekerja tidak memberikan upah atau terlambat
membayar upah Anda, maka perusahaan tersebut dapat dikenakan denda.[1]
Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP 78/2015”) diatur bahwa Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah dikenai denda, dengan ketentuan:[2]
a. mulai
dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya
Upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari
keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan;
b. sesudah
hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda
keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1% (satu
persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan
tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya
dibayarkan; dan
c. sesudah
sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda
keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditambah
bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah.
Perlu diketahui bahwa pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar Upah kepada Pekerja/Buruh.[3]
Dari
uraian di atas jelas bahwa upah merupakan komponen yang penting dan
pokok dalam hubungan industrial, sehingga UU Ketenagakerjaan dan PP
78/2015 memberikan perlindungan atas upah. Upaya yang dapat Anda dan
teman-teman Anda lakukan dalam hal ini adalah menempuh melalui jalur
atau cara-cara sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
(“UU PPHI”). Dasar perselisihan antara Anda dengan pengusaha adalah
perselisihan hak. Yang dimaksud dengan perselisihan hak berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU PPHI adalah:
“Perselisihan
hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama”.
Jalur
atau cara yang Saudara dapat tempuh berdasarkan ketentuan UU PPHI dalam
upaya penyelesaian perselisihan mengenai hak atas upah antara lain:
1. Jalur Bipartit
adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yang berupa perselisihan
hak antara pekerja dengan pengusaha. Penyelesaian perselisihan melalui
bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 hari.[4]
Jika
dalam perundingan bipartit dicapai kesepakatan penyelesaian, maka
dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.[5] Apabila
perundingan Bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka
penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur Tripartit yaitu dengan
mendaftarkan ke Suku Dinas atau Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
di wilayah kabupaten atau kotamadya wilayah tempat kerja Anda.[6]
2. Jalur Tripartit adalah
merupakan suatu penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan
pengusaha, dengan ditengahi oleh mediator yang berasal dari Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Untuk perselisihan hak, yang dapat
dilakukan adalah melakukan mediasi. Mediasi Hubungan Industrial adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang atau lebih mediator yang netral.[7]
Apabila
mediasi berhasil, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu
Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan
oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan
Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.[8] Jika tidak terdapat titik temu, maka Mediator menuangkan hasil perundingan dalam suatu anjuran tertulis[9] dan apabila
salah satu pihak menolak anjuran tersebut, maka salah satu pihak dapat
melakukan gugatan perselisihan pada Pengadilan Hubungan Industrial.
3. Jalur Pengadilan Hubungan Industrial
adalah jalur yang ditempuh oleh pekerja/pengusaha melalui mekanisme
gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial yang
mewilayahi tempat kerja Anda dengan dasar gugatan Perselisihan Hak
berupa upah pekerja yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.[10]
0 komentar:
Posting Komentar