MENGAYOMI PEKERJA, MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA, UNDANG-UNDANG TENAGA KERJA

Jumat, 18 Agustus 2017

KETENTUAN PIDANA JIKA PENGUSAHA MELANGGAR KETENTUAN JAM ISTIRAHAT PEKERJA


Sanksi Pidana Jika Pengusaha Melanggar Ketentuan Jam Istirahat Pekerja
Jam kerja di sebuah perusahaan adalah masuk pukul 07.00 - 11.30 dan istirahat 11.30-12.30 dan masuk kembali 12.30-16.00. Apakah itu melanggar peraturan atau tidak? Dan kami juga mempunyai rekomendasi penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat.
 
Narasumber : Ketua Umum DPP-SPAI
                       Jamali Burma
Jawaban :
Dalam uraian Anda, Anda tidak menjelaskan lebih rinci mengenai bidang usaha perusahaan tersebut serta berapa hari dalam seminggu hari kerja di perusahaan tersebut. Atas hal tersebut kami berasumsi bahwa bidang usaha perusahaan tersebut bukanlah bidang usaha yang dikecualikan dari ketentuan waktu kerja yang terdapat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 77 ayat (3) dan ayat (4) UU Ketenagakerjaan berserta penjelasan Pasal 77 ayat (3) UU Ketenagakerjaan. Selain itu, kami berasumsi bahwa hari kerja di perusahaan tersebut adalah 5 hari kerja dalam seminggu.
 
Mengenai jam kerja, kita dapat merujuk kepada UU Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan uraian Anda, dapat kita lihat bahwa waktu kerja pada perusahaan tersebut adalah 8 (delapan) jam sehari dengan waktu istirahat 1 (satu) jam.
 
Berdasarkan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, ada 2 ketentuan mengenai waktu kerja yaitu:
a.    7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b.    8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
 
Melihat pada ketentuan di atas, maka waktu kerja yang diberlakukan oleh perusahaan tersebut tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Akan tetapi, pengaturan waktu kerja dalam perusahaan tersebut terindikasi melanggar ketentuan mengenai waktu istirahat. Berdasarkan Pasal 79 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan, istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Dalam hal ini, perusahaan memberikan waktu istirahat setelah 4,5 jam bekerja (pukul 07.00 - 11.30). Atas dasar hal tersebut, perusahaan dapat terkena sanksi sebagaimana terdapat dalam Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan:
 
“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
 
Mengenai rekomendasi penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat, mungkin yang Anda maksud adalah izin penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana yang diatur dalam Kepmenaker No. KEP. 608/MEN/1989 Tahun 1989 tentang Pemberian Izin Penyimpangan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Bagi Perusahaan-Perusahaan yang Mempekerjakan Pekerja 9 Jam Sehari dan 54 Jam Seminggu (“Kepmenaker No. 608/1989”). Akan tetapi, sebagaimana pernah dijelaskan Umar Kasim di dalam artikel Waktu Kerja Lembur Lebih dari 54 Jam Seminggu, sejak diundangkannya UU Ketenagakerjaan, tidak dikenal lagi lembaga penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana pernah diatur dalam Kepmenaker No. 608/1989. Sebelumnya, ketentuan izin penyimpangan waktu kerja (IPWK) dimungkinkan diberikan setelah dilakukan penelitian secara saksama oleh pejabat yang berwenang (lihat juga Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-01/Men/1989 tentang Penyederhanaan Pemberian Ijin Penyimpangan Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat) yang dilakukan secara selektif dan bersifat temporer. Selain itu, pejabat yang berwenang juga mengarahkan perusahaan untuk menambah jumah tenaga kerja atau menggunakan sistem kerja shift (Pasal 5 Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. INS-03/M/BW/1991 tentang Pelaksanaan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Lebih dari 9 Jam Sehari dan 54 Jam Seminggu).
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Narasumber : Ketua Umum DPP-SPAI
                      Jamali Burma
Share:

0 komentar:

Posting Komentar