MENGAYOMI PEKERJA, MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA, UNDANG-UNDANG TENAGA KERJA

Minggu, 18 Februari 2018

Pihak-Pihak Terkait Dalam Hukum Ketenagakerjaan



Oleh : Jamali Burma Ketua Umum DPP-SPAI, 18/02/2018
Pihak-pihak yang terkait dalam hukum ketenagakerjaan tidak hanya pekerja/buruh dan pengusaha saja. Melainkan juga badan-badan lain seperti serikat pekerja/buruh, organisasi pengusaha, dan badan-badan pemerintah.
1. Pekerja/Buruh
Sebelum berlakunya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, istilah buruh sangat dikenal dalam hukum perburhan/ketenagakerjaan karena sering digunakan sejak zaman penjajahan Belanda. Dahulu yang dimaksud dengan buruh adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan lain-lain. Yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya disebut dengan Blue Collar, Sedangkan orang-orang yang melakukan pekerjaan halus oleh Pemerintah Hindia Belanda disebut dengan “karyawan/pegawai” dan disebut dengan White Collar.
Dalam perkembangan perundang-undangan perburuhan sekarang tidak dibedakan antara buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun. Bahkan istilah buruh diupayakan diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu Kongres FBSI II tahun 1985, karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan.
Namun karena pada masa orde baru istilah pekerja khususnya istilah serikat pekerja banyak diintervensi oleh kepentingan pemerintah, maka kalangan buruh trauma dengan penggunaan istilah tersebut sehingga untuk mengakomodir kepentingan buruh dan pemerintah, istilah tersebut disandingkan.
Pasal 1 angka 3 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pengertian pekerja/buruh tersebut memiliki makna yang lebih luas, karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

2. Pengusaha/Pemberi Kerja
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Adanya istilah “perseorangan” dalam pengertian pemberi kerja oleh UU No. 13 Tahun 2003 ini tampaknya memberikan nuansa baru dalam ketenagakerjaan. Nuansa baru tersebut akan mencakup “Ibu Rumah Tangga” dalam istilah pemberi kerja sehingga pembantu rumah tangga yang dipekerjakan haruslah mendapatkan perlindungan sesuai ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.
Menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 13  Tahun 2003,    pengusaha adalah:
  1. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
  2. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Dalam pengertian pengusaha ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pengurus pengusaha (orang yang menjalankan perusahaan bukan miliknya) termasuk dalam pengertian pengusaha, artinya pengurus perusahaan disamakan dengan pengusaha (orang/pemilik perusahaan).
3. Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Pekerja/Buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah dijamin dalam pasal 28 UUD 1945. Demikian pula telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi, dan Konvensi ILO No. 98 mengenai berlakunya Dasar-dasar untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama. Kedua konvensi tersebut dapat dijadikan dasar hukum bagi pekerja/buruh untuk berorganisasi dengan mendirikan serikat pekerja/buruh. 
 Serikat pekerja/serikat buruh adalah “organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.” (Pasal 1 Angka 17 UU No. 23 Tahun 2003 Jo. Pasal 1 angka 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh).
4. Organisasi Pengusaha
Organisasi pengusaha mempunyai peran penting dalam menyelenggarakan pembangunan nasional, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan karena pengusaha ikut bertanggung jawab atas terwujudnya tujuan pembangunan nasional menuju kesejahteraan social, spiritual, dan material. Oleh karena itu, sebaiknya perhatian pengusahan tidak hanya memperjuangkan kepentingan sendiri tetapi juga kepentingan pekerja/buruh sebagai salah satu komponen produksi yang perlu mendapat perlindungan hukum
Dalam Pasal 105 UU No. 13 Tahun 2003, mengenai organisasi pengusaha ini ditentukan sebagai berikut.
  • Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.
  • Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, mengenai bagaimana keterkaitannya dalam bidang ketenagakerjaan UU No. 13 Tahun 2003 tidak menentukan sama sekali. Oleh karena itu maka dalam membahas organisasi pengusaha ini perlu disimak organisasi pengusaha yang ada di Indonesia.
Dalam bukunya, Lalu Husni (2000: 44-67) menyatakan bahwa, terdapat dua organisasi pengusaha di Indonesia, yaitu :
  • KADIN
Kamar Dagang Industri (KADIN) adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang ketenagakerjaan. Untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan maka pemerintah melalui UU No. 49 Tahun 1973 membentuk KADIN.
  • APINDO
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merupakan organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. APINDO adalah suatu wadah kesatuan para pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui kerjasama yang terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, serta lahir atas dasar peran tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
5. Pemerintah
Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan mempunyai peran yang sangat penting. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika antara pekerja dan pengusaha yang memiliki perbedaan secara social ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itu, pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban kepada para pihak.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja yang pada gilirannya mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha. Selain itu pengawasan ketenagakerjaan juga dapat membidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat menjalankan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis. 
6. Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Tripartit
Lembaga kerja sama BIPARTIT adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
Dalam Pasal 106 UU No. 13 Tahun 2003 ditentukan, bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerjasama bipartit”.
Sususan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit ini terdiri dari unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Lembaga kerja sama TRIPARTIT adalah forum komunikasi, kosultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah. Tujuan lembaga kerja sama ini adalah untuk tercapainya kerjasama diantara mereka guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur pada umumnya, dan khususnya untuk memecahkan persoalan-persoalan di bidang sosial ekonomis, terutama di bidang ketenagakerjaan. Untuk mencapai tujuan tersebut lembaga kerja sama ini harus:
  1. Mengadakan konsultasi dengan pemerintah, organisasi pekerja/buruh dan organisasi pengusaha dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
  2. Mengolah keinginan-keinginan, saran-saran, usul-usul dan konsepsi pemerintah, pekerja/buruh dan pengusaha.
  3. Membina kerja sama sebaik-baiknya dengan pemerintah, pekerja/buruh dan pengusaha dalam memberikan bantuan kepada penyelenggaraan tugas pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan khususnya dan ekonomi pada umumnya.
  4. Membuat Keputusan bersama yang dapat dijadikan pedoman bagi ketiga pihak.
Lembaga Kerja Sama Triartit Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit, terdiri dari:


  1. Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional. 
  2.  Lembaga Kerjasama Tripartit Provinsi. 
  3.  Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten/Kota.

 7. Dewan Pengupahan
Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Menurut Ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Presiden No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Dewan Pengupahan ini terdiri dari:
  1. Dewan Pengupahan Nasional (Selanjutnya Disebut Depenas) dibentuk oleh Presiden. 
  2. Dewan Pengupahan Provinsi (Selanjutnya Disebut Depeprov) dibentuk oleh Gubernur.
  3. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota (Selanjutnya disebut Depekab/Depeko) dibentuk oleh Bupati/Walikota.      
 Terimakasih, Semoga bermamfaat
ttd, 
Ketuam Umum 
Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Aceh Indonesia
(Jamali Burma)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar